Dr. Rahmad M. Arsyad
“Yang kaya melindungi yang miskin agar bisa hidup dengan wajar dan yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya.”
(Achmad Yurianto)
Sebenarnya saya sempat tergoda untuk ikut arus besar netizen yang protes dan marah, ketika persoalan kelas sosial itu disinggung oleh Juru Bicara COVID-19 Mas Achmad Yurianto.
Tapi sudahlah, saya telah berkomitmen untuk hanya akan bercerita dan berbagi kabar baik, selama masa badai Corona ini berlangsung.
Lagi pula, saya yakin kemarahan dan umpatan tidak akan menyelesaikan masalah. Memangnya ketika ikut menebar dan menyebar marah di media sosial, wabah corona akan segera pergi dari bumi Indonesia yang kita cintai ini?
Hidup banyak orang sudah susah, apalagi bapak Presiden sedang berduka. Saya tidak ingin Jokowi dan para Menteri menghadapi gejolak sosial dan konflik kelas, hanya karena buruknya komunikasi publik bapak Juru bicara Corona yang tiap sore selalu muncul di layar kaca.
Karena itu, izinkan saya sekedar membagi 5 pelajaran komunikasi publik kepada Mas Jubir Covid 19 yang setelah saya telusuri juga adalah mantan komandan resimen mahasiswa (Menwa) Universitas Airlangga.
Pelajaran ini, bagi kami yang belajar ilmu komunikasi dijelaskan sebagai 5 elemen C’s komunikasi krisis. Yakni, Care, Commitment, Consistency and Coherency, Clarity dan yang terakhir Cooperation.
Pertama, Care atau peduli. Seorang jubir di saat krisis seperti sekarang, harus mengedepankan rasa peduli atau empati pada mereka yang menjadi korban. Lalu siapa korban dalam situasi seperti sekarang ?
Ya, kita semua tidak peduli kaya atau miskin.
Corona sepengetahuan saya tidak pernah pilah-pilih akan korbannya. Dari pemain sepak bola kaya seperti Paulo Dybala, aktor dunia seperti Tom Hanks, sampai Olga Kurylenko yang masya Allah cantiknya itu juga jadi akhirnya terpapar Corona.
Pekerja kantoran di gedung-gedung Sudirman, sampai buruh terminal Pulo Gadung semuanya pasti mengalami imbas dari situasi yang terjadi. Karena itu, tidak penting membuat diksi yang justru mengundang banyak kontroversi. Apalagi bicara soal kelas sosial.
Kedua, Commitment. Sebagai juru bicara yang mewakili sumber resmi pemerintah. Mas dokter Achmad Yurianto sebaiknya berfokus pada komitmen pemerintah dalam menangani wabah dari hari ke hari. Bukan malah, mengomentari hal-hal yang tidak perlu, seperti soal tugas si kaya dan tugas si miskin.
Ketiga, Consistency and Coherency. Konsistensi dan koherensi merupakan elemen yang juga penting diketahui dengan baik oleh komunikator publik seperti Mas Achmad Yurianto. Mengapa? Karena pemerintah adalah institusi yang menjadi pengambil kebijakan paling penting dalam situasi krisis seperti sekarang.
Konsistensi sikap dan tanggung jawab pemerintah untuk mengambil kebijakan yang terbaik untuk menyelamatkan masyarakat mesti harus lebih ditonjolkan melebihi jumlah dramatisasi akan jumlah korban meninggal dunia setiap hari.
Empat, Clarity yakni kejelasan. Menurut saya, ini elemen paling penting yang harus dikuasai oleh Mas dokter Achmad Yurianto dan para juru bicara publik yang lain. Karena, jujur saja, sekali lagi kalimat Mas Achmad Yurianto tentang “Yang kaya melindungi yang miskin agar bisa hidup dengan wajar dan yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya” adalah kalimat yang multiinterpretasi dan sangat menyingung 25, 14 juta rakyat negeri ini yang masuk dalam kategori kelompok miskin.
Karena kalimat itu bisa melahirkan interpretasi, “kalian orang miskin adalah orang yang mesti dikasihani oleh tuan-tuan kaya, karena itu kalian harus melindungi para tuan agar tidak tertular oleh virus yang kalian bawa”.
Kejelasan pesan yang disampaikan dengan bahasa sederhana dan tidak ambigu adalah modal yang benar-benar harus dikuasai oleh seorang juru bicara publik. Karena menurut saya, sejumlah istilah yang popular di tengah wabah Corona saat ini banyak tidak dipahami oleh publik yang menyebabkan banyak himbauan pemerintah justru tidak dipahami oleh masyarakat luas.
Kata seperti lockdown, physical distance, OTG, ODP, PDP, justru begitu rumit dan sulit dipahami oleh publik secara luas. Sebab itu, tugas Mas dokter Achmad Yurianto untuk menyederhanakan penjelasan kepada publik sesuai dengan bahasa yang dipahami.
Elemen kelima dalam komunikasi krisis adalah Cooperation atau kerjasama. Seorang juru bicara publik yang menjadi public relation pemerintah seperti Mas Achmad Yurianto, mesti mampu membangun solidaritas dan menggerakkan setiap elemen untuk bekerjasama dalam menghadapi situasi pandemi Corona seperti sekarang.
Karena, salah satu hikmah dan kabar baik di balik wabah Corona telah mengubah banyak sikap negara di dunia. Amerika dan China, Donal Trump dan Presiden Xi Jinping yang dulu bermusuhan hebat bahkan terlibat perang dagang kini sudah berdamai dan bekerjasama melawan wabah.
Mosok, kita mesti terus bertengkar hanya karena juru bicara. Karena itu sekali lagi, wabah Corona membahayakan untuk kita semua. Tanpa memandang kelas sosial si miskin dan si kaya. Sekarang waktunya bekerjasama dan berbenah.